Setiap negara yang merdeka dan berdaulat memiliki tujuan dan
cita-cita yang mulia demi kesejahtreaan bangsanya, demikian juga dengan negara
kita yang tercinta memiliki cita-cita dan tujuan yang mulia yang salah satunya
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab III Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan,
Pasal 4 ayat (1) bahwa “Pendidikan di
Indonesia diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.”
Harapan dan muara pendidikan kita adalah pendidikan yang
berkualitas yang menjadi idaman setiap
orang dan harus menjadi bagian serta hak
setiap orang. Namun pada kenyataannya banyak kendala dalam mewujudkan cita-cita
tersebut.
Pertama, masih banyak anak-anak usia sekolah dasar yang
tidak bersekolah. Penyebabnya antara lain karena miskin, sehingga mereka tidak
bisa membayar biaya sekolah, karena jarak antara sekolah dengan tempat tinggal
sangat jauh, karena sekolah tidak bisa menerima anak dengan kondisi yang tidak
memenuhi syarat yang ditentukan oleh sekolah.
Kedua, masalah mutu proses pembelajaran yang masih rendah.
Misalnya pembelajaran yang dilakukan hanya sekedar menyelesaikan program
kurikulum, sangat menyeragamkan anak, sehingga anak yang mengalami hambatan
belajar bahkan anak yang memiliki kemampuan belajar di atas rata-rata (cerdas
istimewa berbakata istimewa/CIBI) kurang mendapat perhatian, pembelajaran
membosankan dan kurang memotivasi anak.
Ketiga, masalah hambatan belajar anak yang memiliki
kemampuan belajar di bawah rata-rata yang disebabkan kondisi fisik yang
tidak normal (cacat tubuh, tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, kelainan
motorik), kondisi mental, intelektualita dan sosial yang tidak normal (tuna
grahita, tuna laras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis )
Kenyataan yang lain yang
terjadi adalah pendidikan masih bersifat eksklusif (terbatas untuk kalangan tertentu saja), yang ditandai
oleh adanya diskriminasi pada penerimaan peserta didik, pembelajaran yang hanya
berpusat pada kurikulum, proses pembelajaran kurang memperhatikan perbedaan
individual dan pendidikan yang belum memperhatikan keberagaman anak.
Padahal, kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang
berkualitas merupakan hak setiap orang tanpa harus membedakan kendala-kendala
diatas. Pendidikan seharusnya bersifat inklusif,
artinya penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran secara bersama-sama dalam lingkungan
pendidikan/sekolah/kelas yang terbuka, ramah, dan tidak mendiskriminasi.
Pendidikan inklusif menyertakan semua anak secara
bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan
pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa
membeda-bedakan anak yang berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan
ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal,
jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik, mental/ intelektual, sosial,
emosional dan perilaku (Dedy Kustawan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar