Kamis, 07 Agustus 2014

Sejarah Perumusan Dasar Negara



Dasar negara ialah suatu norma tertinggi yang merupakan sumber bagi pembentukan tata hukum dan peraturan perundangan di suatu negara. Istilah dasar negara mempunyai persamaan arti dengan istilah-istilah yang ada di Negara-negara lain, seperti philosophische grondslag (Belanda), ideology (Inggris), dan weltanschauung (Jerman). Ketiga istilah tersebut mendefinisikan bahwa dasar negara adalah suatu ajaran yang didapatkan dari hasil pemikiran yang mendalam mengenai kehidupan dunia, termasuk di dalamnya kehidupan bernegara, yang dijadikan sebagai acuan dasar untuk mengatur, memelihara, dan mengembangkan kehidupan bersama di dalam suatu negara.
Di Indonesia, istilah-istilah dasar negara diterjemahkan sebagai ideologi. Adapun menurut Ensiklopedia Indonesia, kata dasar memiliki arti “asal yang pertama”. Jika dikaitkan dengan kata negara, maka menjadi dasar negara yang bermakna suatu ajaran/pedoman untuk mengatur kehidupan dalam konteks penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna suatu dasar negara ialah sama dengan ideologi negara dan sama dengan dasar filsafat kenegaraan atau pandangan dasar kenegaraan
.
Setiap negara atau setiap bangsa di dunia ini menginginkan suatu keadaan yang ideal atau seimbang bagi setiap aspek (bidang) kehidupan. Untuk itu, dasar negara atau ideologi negara diperlukan bagi sebuah negara yang merdeka, demikian hal yang terjadi di Indonesia. Pembahasan dasar negara ini dilakukan dalam sebuah sidang lembaga bentukan Jepang yaitu BPUPKI.
1.      Sejarah pembentukan BPUPKI
Pada akhir Perang Dunia II, Jepang mulai banyak mengalami kekalahan dari Sekutu. Banyak wilayah yang telah diduduki Jepang kini jatuh ke tangan Sekutu. Jepang merasa pasukannya sudah tidak dapat mengimbangi serangan Sekutu. Untuk itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia agar tidak melawan dan bersedia membantunya melawan Sekutu.


Jepang meyakinkan bangsa Indonesia tentang kemerdekaan yang dijanjikan dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan itu dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zunbi Chosakai. Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang untuk Jawa pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan BPUPKI. Pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI. Upacara peresmiannya dilaksanakan di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). BPUPKI beranggotakan 62 orang yang terdiri atas tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan 7 orang anggota perwakilan dari Jepang. Ketua BPUPKI adalah dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, dengan dua wakil ketua, yaitu: Ichibangase Yosio (Jepang) dan R.P Soeroso.
1.      Perumusan dasar negara dalam sidang BPUPKI
BPUPKI semasa tugasnya mengadakan dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Seluruh sidang berlangsung di Jakarta sebelum kekalahan Kekaisaran Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sidang-sidang resmi diadakan untuk membahas masalah dasar negara, wilayah negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar yang dipimpin langsung oleh Ketua BPUPKI. Sidang Pertama berlangsung mulai tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dengan agenda pembahasan dasar negara.
Sidang Kedua berlangsung mulai tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945. Agenda Sidang Kedua adalah pembahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi, keuangan, pembelaan, pendidikan, dan pengajaran.
Selama persidangan BPUPKI para anggota memiliki pemikiran yang berbeda karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman bernegara, organisasi, dan juga perbandingan dengan negara lain. Usulan dasar negara yang diajukan oleh para tokoh BPUPKI juga dipengaruhi oleh hal tersebut.
Usulan mengenai dasar Indonesia merdeka dalam Sidang Pertama BPUPKI secara berurutan dikemukakan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mr. Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Dalam mengusulkan rancangan dasar negara Indonesia merdeka, Mr. Mohammad Yamin menekankan bahwa:
“… rakyat Indonesia mesti mendapat dasar negara yang berasal
daripada peradaban kebangsaan Indonesia; orang timur pulang kepada

kebudayaan timur.”
“… kita tidak berniat, lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara
negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan
kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr. Mohammad Yamin mengusulkan lima asas dan dasar bagi negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Sosial.
Setelah selesai berpidato, Mr. Mohammad Yamin menyampaikan konsep mengenai asas dasar dan negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada Ketua Sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Mr. Mohammad Yamin adalah sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selanjutnya, pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar negara. Menurut Mr. Soepomo, dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan Lahir dan Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat
Mr. Soepomo juga menekankan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang mempersatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat). Akan tetapi, negara 
mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat yang berbeda golongan dan paham. Ir. Soekarno berpidato pada


tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, Ir. Soekarno mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Dasar negara, menurut Ir. Soekarno, berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung. Dasar negara Indonesia merdeka menurut Ir. Soekarno adalah sebagai berikut.
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Ir. Soekarno dalam sidang itu pun menyampaikan bahwa kelima dasar negara tersebut dinamakan Panca Dharma. Kemudian, atas saran seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi Pancasila. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila,yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia. Dengan berdasar padaperistiwa tersebut maka tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai “Hari Lahirnya Pancasila”.
1.      Perumusan Piagam Jakarta
Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.

A.  Sejarah Penetapan Dasar Negara
1.      Sejarah pembentukan PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai


1.      Keanggotaan PPKI    
PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam orang lagi sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.
1.         Ir. Soekarno (Ketua)
2.         Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3.         Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4.         KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5.         R. P. Soeroso (Anggota)
6.         Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7.         Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8.         Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9.         Otto Iskandardinata (Anggota)
10.     Abdoel Kadir (Anggota)
11.     Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12.     Pangeran Poerbojo (Anggota)
13.     Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14.     Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15.     Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16.     Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)[4]
17.     Andi Pangerang (Anggota)
18.     A.H. Hamidan (Anggota)
19.     I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20.     Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21.     Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu[5] :
1.         Achmad Soebardjo (Penasehat)
2.         Sajoeti Melik (Anggota)
3.         Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
            4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota) 



5.         Kasman Singodimedjo (Anggota)
6.         Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)

1.      Proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka. Pada sidang pertama PPKI rancangan UUD hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada pembahasannya terdapat usul perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka mengusulkan dua perubahan. Salah satunya berkaitan dengan sila pertama yang semula berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. 


Rancangan hukum dasar yang diterima BPUPKI pada tanggal 17 Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48. Sistematika UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Pada Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alenia ini tercantum Pancasila sebagai dasar negara



A.  Semangat dan Komitmen Pendiri Negara
BPUPKI memang bentukan Jepang, akan tetapi perlu ditekankan bahwa kemerdekaan murni dari semangat dan komitmen para pendiri negara, bukan hadiah dari Jepang. Hal inilah yang harus diperhatikan, sehingga sebagai generasi muda diharapkan untuk peduli, menghargai, dan meniru sikap semangat dan komitmen para pendiri negara dalam memperjuangkan kemerdekaan dan dalam merumuskan serta menetapkan Pancasila sebaga dasar negara.
Selain itu, jika kita memperhatikan persidangan perumusan dan penetapan dasar negara, maka kita akan melihat bahwa para pendiri negara berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar