HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA-LEMBAGA
NEGARA RI
1. MPR
dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi
Keberadaan
MPR dalam sistem perwakilan dipandang sebagai ciri yang khas dalam sistem
demokrasi di Indonesia. Keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota DPR dan
anggota DPD menunjukan bahwa MPR masih dipandang sebagai lembaga perwakilan
rakyat karena keanggotaannya dipilih dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR
untuk mencerminkan prinsip demokrasi politik sedangkan unsur anggota DPD untuk
mencerminkan prinsip keterwakilan daerah agar kepentingan daerah tidak
terabaikan. Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, maka pemahaman wujud
kedaulatan rakyat tercermin dalam tiga cabang kekuasaan yaitu lembaga
perwakilan, Presiden, dan pemegang kekuasaan kehakiman.
Sebagai
lembaga, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD, memilih Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau
Wakil Presiden, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta kewenangan
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Dalam konteks
pelaksanaan kewenangan, walaupun anggota DPR mempunyai jumlah yang lebih besar
dari anggota DPD, tapi peran DPD dalam MPR sangat besar misalnya dalam hal
mengubah UUD yang harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan memberhentikan
Presiden yang harus dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD dalam
kewenangan tersebut merupakan suatu keharusan.
Dalam
hubungannya dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan sidang MPR berkaitan
dengan kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, proses
tersebut hanya bisa dilakukan apabila didahului oleh pendapat DPR yang diajukan
pada MPR. Selanjutnya,
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah
Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka
apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki
kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan
oleh Mahkamah Konstitusi.
2. DPR
dengan Presiden, DPD, dan MK.
Berdasarkan
UUD 1945, kini dewan perwakilan terdiri dari DPR dan DPD. Perbedaan keduanya
terletak pada hakikat kepentingan yang diwakilinya, DPR untuk mewakili rakyat
sedangkan DPD untuk mewakili daerah. Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa DPR
memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selanjutnya untuk menguatkan posisi
DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif maka pada Pasal 20 ayat (5)
ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui bersama tidak disahkan oleh
Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, sah menjadi UU
dan wajib diundangkan.
Dalam
hubungan dengan DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan bidang tertentu, DPD memberikan pertimbangan atas RUU
tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada DPR. Dalam hubungannya dengan
Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan tata kerja yaitu dalam hal permintaan
DPR kepada MK untuk memeriksa pendapat DPR mengenai dugaan bahwa Presiden
bersalah. Disamping itu terdapat hubungan tata kerja lain misalnya dalam hal
apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya, proses pengajuan
calon hakim konstitusi, serta proses pengajuan pendapat DPR yang menyatakan
bahwa Presiden bersalah untuk diperiksa oleh MK.
3. DPD
dengan DPR, BPK, dan MK
Tugas
dan wewenang DPD yang berkaitan dengan DPR adalah dalam hal mengajukan RUU
tertentu kepada DPR, ikut membahas RUU tertentu bersama dengan DPR, memberikan
pertimbangan kepada DPR atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan
pelaksanaan UU tertentu pada DPR. Dalam kaitan itu, DPD sebagai lembaga perwakilan
yang mewakili daerah dalam menjalankan kewenangannya tersebut adalah dengan
mengedepankan kepentingan daerah.Dalam hubungannya dengan BPK, DPD berdasarkan
ketentuan UUD menerima hasil pemeriksaan BPK dan memberikan pertimbangan pada
saat pemilihan anggota BPK.
Ketentuan
ini memberikan hak kepada DPD untuk menjadikan hasil laporan keuangan BPK
sebagai bahan dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya,
dan untuk turut menentukan keanggotaan BPK dalam proses pemilihan anggota BPK.
Disamping itu, laporan BPK akan dijadikan sebagai bahan untuk mengajukan usul
dan pertimbangan berkenaan dengan RUU APBN. Dalam kaitannya dengan
MK, terdapat hubungan tata kerja terkait dengan kewenangan MK dalam hal apabila
ada sengketa dengan lembaga negara lainnya.
4. MA
dengan MK
Pasal
24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya serta oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Ketentuan tersebut menyatakan puncak kekuasaan kehakiman dan
kedaulatan hukum ada pada MA dan MK. Mahkamah Agung merupakan lembaga yang
mandiri dan harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain. Dalam hubungannya
dengan Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk
ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
5. Mahkamah
Konstitusi dengan Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY
Kewenangan
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) adalah
untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum. Disamping itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
UUD. Dengan
kewenangan tersebut, jelas bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan semua
lembaga negara yaitu apabila terdapat sengketa antar lembaga negara atau
apabila terjadi proses judicial review yang diajukan oleh lembaga negara pada
MK
6. BPK
dengan DPR dan DPD
BPK
merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan tersebut
diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. Dengan pengaturan BPK dalam UUD,
terdapat perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya secara
struktural dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena
saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah
dan harus menyerahkan hasilnya itu selain pada DPR juga pada DPD dan DPRD. Selain dalam kerangka
pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses
pemilihan anggota BPK.
7. Komisi
Yudisial dengan MA
Pasal
24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim agung
diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Keberadaan
Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dari ketentuan
ini bahwa jabatan hakim merupakan jabatan kehormatan yang harus dihormati,
dijaga, dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat
mandiri. Dalam hubungannya dengan MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan fungsi
pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan pengusulan pengangkatan hakim
lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan KY. Demikian beberapa
catatan mengenai tugas, fungsi serta hubungan antar lembaga negara menurut
ketentuan UUD RI Tahun 1945 dan Peraturan Perundangan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar