Ir. Soekarno berpidato pada sidang I BPUPKI |
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai atau Dokuritsu Junbi ChÅsakai adalah sebuah badan
yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito.
Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia
dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.)
Radjiman Wedyodiningrat
dengan wakil ketua Ichibangase
Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di
luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat)
yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso
dengan wakil Mr. Abdoel Gafar
Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan
menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata
pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia
merdeka.
Pada
tanggal 7 Agustus1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk
mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1],
terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI
Suasana Sidang I BPUPKI |
Kekalahan
Jepang dalam
perang Pasifik
semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September1944
mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan
akhir dalam perang Asia Timur Raya.
Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret1945 pimpinan pemerintah
pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal
Kumakichi Harada,
mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI)
atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan
memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata
pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
Selama
BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga
adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI,
yaitu adalah sebagai berikut :
Sidang
resmi pertama
Pada
tanggal 28 Mei 1945,
diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan
BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman
kolonial Belanda
gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda,
semacam lembaga "Dewan Perwakilan RakyatHindia-Belanda"
di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 Jakarta.
Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama)
diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada
tanggal 29 Mei 1945, dan
berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia,
filsafat negara "Indonesia Merdeka"
serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara
pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini
dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer
jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal
Yuichiro Nagano.
Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang
berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Mr. Moh. Yamin menyampaikan pidato pada sidang I BPUPKI |
Sebelumnya
agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni
disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia"
("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan
konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI
harus merumuskan dasar negara Republik
Indonesia terlebih dahulu yang
akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna
mendapatkan rumusan dasar negara Republik
Indonesia yang benar-benar tepat,
maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah
mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang
mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik
Indonesia itu adalah sebagai
berikut :
1.
Sidang
tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima
asas dasar negara Republik
Indonesia, yaitu: “1. Peri
Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5.
Kesejahteraan Rakyat”.
2.
Sidang
tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo
berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang
beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu:
“1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan
5. Keadilan Sosial”.
3.
Sidang
tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang
beliau namakan "Pancasila",
yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan;
3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Mr. Soepomo dalam sidang I BPUPKI |
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang
dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila",
masih menurut beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini
dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1.
Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”.
Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya
sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”,
ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan
dasar negara Republik
Indonesia yang dibawakannya
tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang
tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini
dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri
masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses
persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum
dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang
beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan"
dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk
mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik
Indonesia.
Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua
Sampai
akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik
temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik
Indonesia yang benar-benar tepat,
sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna
menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan
oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia
Sembilan" ini adalah sebagai berikut :
Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4
orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis")
dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan
menghasilkan rumusan dasar negara Republik
Indonesia yang kemudian dikenal
sebagai "Piagam Jakarta"
atau "Jakarta Charter",
yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia
Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya
kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia
Merdeka" yang disebut
dengan "Piagam Jakarta"
itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik
Indonesia adalah sebagai
berikut :
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan
dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli1945.
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu,
berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI.
Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan
(bahasa Belanda: "Preambule")
Undang-Undang Dasar1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa
persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli1945).
Sidang resmi kedua
Masa
persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli1945 hingga tanggal 17 Juli1945. Agenda sidang BPUPKI
kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kewarganegaraan Indonesia,
rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta
pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota
BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang
terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh
Drs. Mohammad Hatta).
Suasana Sidang II BPUPKI |
Pada
tanggal 11 Juli1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya,
yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
Pada
tanggal 13 Juli1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang
tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada
tanggal 14 Juli1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang
Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno.
Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok
yaitu :
3.
Batang
tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar1945", yang isinya meliputi :
·
Wilayah
negara Indonesia
adalah sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda
dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara
(sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di
negara Malaysia,
serta wilayah negara Brunei
Darussalam), Papua, Timor-Portugis
(sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan
pulau-pulau di sekitarnya,
Konsep
proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga
alenia pertama "Piagam Jakarta",
sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di
antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam,
dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta"
atau "Jakarta Charter"
pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.
ada yg tw g siapa saja anggota panitia ekonomi dan pembela tanah air?
BalasHapushalo bro maap telat 5 tahun
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus