Dasar negara ialah suatu norma tertinggi yang merupakan sumber bagi pembentukan
tata hukum dan peraturan perundangan di suatu negara. Istilah dasar negara
mempunyai persamaan arti dengan istilah-istilah yang ada di Negara-negara lain,
seperti philosophische grondslag (Belanda), ideology (Inggris),
dan weltanschauung (Jerman). Ketiga istilah tersebut mendefinisikan
bahwa dasar negara adalah suatu ajaran yang didapatkan dari hasil pemikiran
yang mendalam mengenai kehidupan dunia, termasuk di dalamnya kehidupan
bernegara, yang dijadikan sebagai acuan dasar untuk mengatur, memelihara, dan
mengembangkan kehidupan bersama di dalam suatu negara.
Di Indonesia, istilah-istilah dasar negara diterjemahkan sebagai ideologi. Adapun
menurut Ensiklopedia Indonesia, kata dasar memiliki arti “asal yang pertama”.
Jika dikaitkan dengan kata negara, maka menjadi dasar negara yang
bermakna suatu ajaran/pedoman untuk mengatur kehidupan dalam konteks
penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara yang mencakup berbagai aspek
kehidupan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna suatu dasar negara ialah sama
dengan ideologi negara dan sama dengan dasar filsafat kenegaraan atau pandangan
dasar kenegaraan
.
.
Setiap negara atau setiap bangsa di dunia ini menginginkan suatu keadaan yang
ideal atau seimbang bagi setiap aspek (bidang) kehidupan. Untuk itu, dasar negara
atau ideologi negara diperlukan bagi sebuah negara yang merdeka, demikian hal
yang terjadi di Indonesia. Pembahasan dasar negara ini dilakukan dalam sebuah
sidang lembaga bentukan Jepang yaitu BPUPKI.
1.
Sejarah pembentukan BPUPKI
Pada akhir Perang Dunia II, Jepang mulai banyak
mengalami kekalahan dari Sekutu. Banyak wilayah yang telah diduduki Jepang kini
jatuh ke tangan Sekutu. Jepang merasa pasukannya sudah tidak dapat mengimbangi
serangan Sekutu. Untuk itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia agar tidak melawan dan bersedia membantunya melawan Sekutu.
Jepang meyakinkan bangsa
Indonesia tentang kemerdekaan yang dijanjikan dengan membentuk Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan itu dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Zunbi Chosakai. Jenderal Kumakichi Harada, Komandan
Pasukan Jepang untuk Jawa pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan
BPUPKI. Pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI.
Upacara peresmiannya dilaksanakan di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta
(sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). BPUPKI beranggotakan 62
orang yang terdiri atas tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan 7 orang anggota
perwakilan dari Jepang. Ketua BPUPKI adalah dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat,
dengan dua wakil ketua, yaitu: Ichibangase Yosio (Jepang) dan R.P Soeroso.
1.
Perumusan dasar negara dalam sidang
BPUPKI
BPUPKI semasa tugasnya mengadakan dua kali sidang
resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Seluruh sidang berlangsung di Jakarta
sebelum kekalahan Kekaisaran Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 14 Agustus
1945. Sidang-sidang resmi diadakan untuk membahas masalah dasar negara, wilayah
negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar yang dipimpin langsung
oleh Ketua BPUPKI. Sidang Pertama berlangsung mulai tanggal 29 Mei sampai
dengan 1 Juni 1945 dengan agenda pembahasan dasar negara.
Sidang Kedua berlangsung mulai tanggal 10 sampai
dengan 17 Juli 1945. Agenda Sidang Kedua adalah pembahasan bentuk negara,
wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi,
keuangan, pembelaan, pendidikan, dan pengajaran.
Selama persidangan BPUPKI para anggota memiliki
pemikiran yang berbeda karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,
pengalaman bernegara, organisasi, dan juga perbandingan dengan negara lain.
Usulan dasar negara yang diajukan oleh para tokoh BPUPKI juga dipengaruhi oleh
hal tersebut.
Usulan mengenai dasar Indonesia merdeka dalam Sidang
Pertama BPUPKI secara berurutan dikemukakan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr.
Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mr. Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara dalam
sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Dalam mengusulkan rancangan dasar negara
Indonesia merdeka, Mr. Mohammad Yamin menekankan bahwa:
“…
rakyat Indonesia mesti mendapat dasar negara yang berasal
daripada peradaban kebangsaan Indonesia; orang
timur pulang kepada
kebudayaan
timur.”
“…
kita tidak berniat, lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara
negeri
luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan
kebudayaan
kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr. Mohammad Yamin mengusulkan lima asas dan dasar
bagi negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Sosial.
Setelah selesai berpidato, Mr. Mohammad Yamin
menyampaikan konsep mengenai asas dasar dan negara Indonesia merdeka secara
tertulis kepada Ketua Sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas
dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Mr. Mohammad Yamin adalah
sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selanjutnya, pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo
menyampaikan pidatonya tentang dasar negara. Menurut Mr. Soepomo, dasar negara
Indonesia merdeka adalah sebagai berikut.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan Lahir dan Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat
Mr. Soepomo juga menekankan bahwa negara
Indonesia merdeka bukan negara yang mempersatukan dirinya dengan golongan
terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang
paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat). Akan tetapi,
negara mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat yang berbeda golongan dan paham. Ir. Soekarno berpidato pada
tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, Ir. Soekarno
mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Dasar negara, menurut Ir.
Soekarno, berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung. Dasar negara
Indonesia merdeka menurut Ir. Soekarno adalah sebagai berikut.
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Ir. Soekarno dalam sidang itu pun menyampaikan bahwa
kelima dasar negara tersebut dinamakan Panca Dharma. Kemudian, atas saran
seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi Pancasila. Pada tanggal 1
Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila,yaitu nama
dari lima dasar negara Indonesia. Dengan berdasar padaperistiwa tersebut maka
tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai “Hari Lahirnya Pancasila”.
1.
Perumusan Piagam Jakarta
Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi
rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI
akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia
perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia
Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang
pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri
atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul
Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno
Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada
tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
A. Sejarah Penetapan Dasar Negara
1.
Sejarah pembentukan PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan
Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang
disebut Dokuritsu Junbi Iinkai
1.
Keanggotaan PPKI
PPKI
beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2
orang wakil dari Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta
penduduk Cina. Ketua PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI
enam orang lagi sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.
1.
Ir. Soekarno
(Ketua)
2.
Drs. Moh.
Hatta (Wakil Ketua)
3.
Prof. Mr. Dr.
Soepomo (Anggota)
4.
KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5.
R. P. Soeroso
(Anggota)
6.
Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7.
Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8.
Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9.
Otto Iskandardinata (Anggota)
10.
Abdoel Kadir (Anggota)
11.
Pangeran
Soerjohamidjojo (Anggota)
12.
Pangeran Poerbojo
(Anggota)
13.
Dr. Mohammad
Amir (Anggota)
14.
Mr. Abdul Maghfar
(Anggota)
15.
Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16.
Dr. GSSJ
Ratulangi (Anggota)[4]
17.
Andi Pangerang (Anggota)
18.
A.H. Hamidan (Anggota)
19.
I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20.
Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21.
Drs. Yap Tjwan
Bing (Anggota)
1.
Achmad
Soebardjo (Penasehat)
2.
Sajoeti Melik
(Anggota)
3.
Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5.
Kasman Singodimedjo (Anggota)
6.
Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
1.
Proses penetapan Pancasila sebagai dasar
negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara
Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu
tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan
menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum
sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan
sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus
Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh.
Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain
dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa keberatan
dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri
apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama,
dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai
juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan
pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai.
Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka. Pada
sidang pertama PPKI rancangan UUD hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada
pembahasannya terdapat usul perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka
mengusulkan dua perubahan. Salah
satunya berkaitan dengan sila pertama yang semula berbunyi “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rancangan hukum dasar yang diterima BPUPKI pada tanggal 17 Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48. Sistematika UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Pada Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alenia ini tercantum Pancasila sebagai dasar negara
A. Semangat dan Komitmen Pendiri
Negara
BPUPKI
memang bentukan Jepang, akan tetapi perlu ditekankan bahwa kemerdekaan murni
dari semangat dan komitmen para pendiri negara, bukan hadiah dari Jepang. Hal
inilah yang harus diperhatikan, sehingga sebagai generasi muda diharapkan untuk
peduli, menghargai, dan meniru sikap semangat dan komitmen para pendiri negara dalam
memperjuangkan kemerdekaan dan dalam merumuskan serta menetapkan Pancasila
sebaga dasar negara.
Selain itu, jika kita memperhatikan persidangan
perumusan dan penetapan dasar negara, maka kita akan melihat bahwa para pendiri
negara berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar